Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah. Amma ba’du.
Di antara nikmat teragung, bahkan nikmat paling besar yang diperoleh seorang hamba adalah berjalan di atas jalan ahli tauhid. Bukankah setiap hari kita memohon hal itu dalam doa kita, ‘Ihdinash shirathal mustaqim’.
Jalan yang lurus adalah jalannya kaum muwahhidin, bukan jalannya kaum musyrikin. Inilah titik perbedaan dan jurang pemisah yang akan selalu menghalangi persatuan antara hizbullah dengan hizbu syaithan. “Ingatlah sesungguhnya hizbullah itu sajalah kelompok yang akan beruntung.” Inilah sekat pembatas yang akan selalu mencerai beraikan antara wali Allah dengan wali syaithan. “Ingatlah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak perlu merasa takut dan tidak merasa sedih, yaitu orang-orang yang beriman dan selalu menjaga ketakwaan mereka.”
Tidak bisa tidak, sunnatullah yang berlaku di muka bumi ini menuntut kebenaran harus senantiasa menyempal dari barisan dan teriakan ahlul bathil. Di tengah gelapnya awan fitnah yang meliputi atmosfer kejiwaan umat, para ulama hadir memberikan pencerahan dengan cahaya Kitabullah dan panduan dari sinar Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya.” “Maka bertanyalah kepada ahli ilmu apabila kalian tidak mengetahui.” “Sesungguhnya yang benar-benar merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.”
Saudaraku, kita hidup di masa yang penuh dengan kerancuan pemahaman dan sedikitnya teman di jalan kebenaran. Kita hidup di jaman penuh keasingan, di mana seorang muwahhid telah menemukan duri-duri tajam yang merintangi perjalanan dakwahnya. Saat di mana seorang pemegang bendera Sunnah telah menjumpai batu-batu karang yang menghalangi aliran segar Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Islam datang dalam keadaan asing, dan dia pun akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” Allah ta’ala telah menetapkan bahwa keberuntungan hanya bagi mereka yang kuat di tengah gempuran fitnah dengan tetap memegang ilmu, beramal, dakwah dan sabar di atasnya. “Demi masa, sesungguhnya setiap orang benar-benar mengalami kerugian, selain orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.”
Saudaraku, ingatlah bahwa hidup kita di alam dunia ini untuk tunduk beribadah kepada-Nya, bukan untuk memperturutkan hawa nafsu dan memuja akal pikiran kita. “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” Inilah cita-cita dan target dakwah kita kepada segenap lapisan masyarakat di berbagai penjuru kota dan pelosok desa, bukan banyaknya suara atau bendera-bendera golongan yang mencerai-beraikan kesatuan umat Islam. “Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang telah memecah belah agama mereka menjadi bergolong-golongan, setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada diri mereka.” “Berpegang teguhlah dengan tali Allah secara bersama-sama, dan janganlah kalian berpecah belah.” “Dan sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, ikutilah dia dan jangan kalian ikuti jalan-jalan yang lain itu, karena hal itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” Islam telah sempurna, tidak butuh pada koreksi dan tambahan dari akal pikiran dan hawa nafsu manusia. “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah ridha Islam sebagai agama bagi kalian.” Maka para sahabat mewasiatkan kepada kita untuk senantiasa konsisten di atas sunnah dan menjauhi segala bentuk kebid’ahan. Mengapa? Sebab kita telah dicukupkan dengan sunnah tersebut. Barangsiapa yang tidak merasa cukup dengan Sunnah Nabi maka semoga Allah tidak memberikan kecukupan padanya.
Saudaraku, engkau telah tahu bahwa syirik merupakan kezaliman terbesar di jagad raya, bukan sembarang penganiayaan. Bahkan ia merupakan bentuk pelecehan kepada Rabb tabaraka wa ta’ala. “Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” “Sembahlah Allah dan janganlah kamu persekutukan Dia dengan apa pun.” “Hak Allah atas hamba yaitu hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun.” Inilah keadilan tertinggi, inilah keadilan yang termulia, ingatlah wahai para penyeru keadilan!!! “Berbuat adillah, sesungguhnya keadilan itu lebih dekat kepada takwa.” “Dosa besar yang paling besar adalah engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia lah yang menciptakan dirimu.” Engkau tentu telah mengenal dalil-dalil ini semua, tanpa perlu aku sebutkan sumber-sumbernya. Namun di manakah posisi kita? Siapakah kita? Apakah kita adalah seorang sosok pendekar tauhid sekelas Ibrahim ‘alaihis salam yang rela mengorbankan anaknya demi menjalankan perintah Rabbnya, yang berani meluluh lantakkan berhala pujaan kaumnya, dan dilemparkan ke dalam kobaran api tanpa sedikit pun goyah dari aqidah yang diyakininya? Ataukah kita adalah para pemula yang baru kemarin sore mengenal tauhid dan belajar tentang hakikat islam, iman, dan ihsan? Ibrahim dengan segenap kesolehan dan keutamaan yang dimilikinya berdoa denga penuh harap dan cemas kepada Rabbnya Yang Maha tinggi, “Jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah berhala. Wahai Rabbku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak manusia.” Aduhai, apakah engkau adalah seorang Khalilur Rahman sebagaimana halnya Ibrahim ‘alaihis salam?…
Lantas di manakah rasa takut kita terjerumus dalam kesyirikan yang kini telah mewabah dan meruyak di segala sudut Nusantara melalui berbagai media dan sarana, adakah engkau merasa aman dari fitnah maha dahsyat yang mendera dan memporak-porandakan aqidah ribuan anak negeri ini sehingga mereka pun terseret dalam tipu daya Yahudi dan antek-anteknya? Kita sedang menyedihkan musibah besar ini, untuk mengingatkan kepada segenap pemuda yang cemburu kepada agamanya dan setiap da’i yang merasa gerah terhadap kemusyrikan yang membudaya di masyarakatnya. Janganlah engkau menutup mata! Allah ta’ala telah memberikan tahdziran -peringatan- keras bagi umat manusia, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan Dia masih berkenan untuk mengampuni dosa lain yang berada di bawah tingkatannya yaitu bagi orang yang dikehendaki-Nya.” “Barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah telah haramkan surga atasnya, dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.”
Ingatlah, jalan yang lurus ini tidak membutuhkan para pengekor hawa nafsu dan pemuja akalnya, yang dibutuhkan di jalan ini adalah hamba-hamba Allah yang berilmu dan teguh di atas kebenaran yang diketahuinya dari para salafush shalih pendahulu kita. Siapa saja yang menyempal dari garis ini, sungguh kita khawatirkan akan keadaan dirinya.. Tidakkah engkau ingat nasihat ulama kita, “Apabila engkau mengambil rukhshah/keringanan setiap alim niscaya akan terkumpul padamu semua keburukan.” Tidakkah engkau khawatirkan akan keadaan dirimu ketika Allah bertanya kepadamu tentang ucapanmu dengan mengatasnamakan Allah dan Rasul-Nya guna membela pendapat manusia yang kau kagumi dan menepikan dali-dalil yang jelas dan tegas. Padahal, engkau juga tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah mengajarkan kepada kita jalan-jalan mubtada’ah/yang diada-adakan semacam ini. Bukankah Allah tidak akan memberikan kesembuhan pada umat ini pada sesuatu yang haram? Bukankah air yang najis tidak akan bisa menyucikan pakaian walaupun dicuci dengannya sebanyak tujuh kali? Bukankah kau juga tahu, “Barangsiapa yang tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum saatnya maka dia justru akan terhalang dari mendapatkannya.” Sabar, bukankah itu yang terbaik, meskipun mereka memukul punggungmu dan mengambil hartamu…Tidak ada ketaatan kepada manusia untuk durhaka kepada Rabb mereka. Kemenangan bukan untuk mereka yang menyelisihi perintah Nabi-Nya. Bukankah engkau juga ingat pesan dan ancaman keras dari beliau, “Akan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi setiap orang yang menyelisihi urusanku.”
Perjuangan ini memang panjang, dan jelas membutuhkan pengorbanan. Tidakkah kau ingat tetesan darah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidakkah kau ingat tetes darah Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan para Imam Ahlus Sunnah di sepanjang perjalanan sejarah semacam Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah? Mereka teguh dan tegar di atas Sunnah, rela untuk meninggalkan semua firqah yang ada kecuali al-Firqah an-Najiyah, at-Tha’ifah al-Manshurah, Ahlul hadits wal atsar… Inilah hizbullah yang akan menuai kemenangan hakiki “Pada hari tidak lagi bermanfaat harta dan keturunan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” Abu Utsman an-Naisaburi mengatakan, “Yaitu hati yang bersih dari bid’ah dan tentram dengan Sunnah.” Semoga Allah memberikan bimbingan-Nya kepadaku dan kepadamu serta kaum muslimin di negeri ini. Inilah wujud rasa cintaku kepadamu, semoga Allah mempersatukan kita di atas jalan-Nya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Yogyakarta, akhir Rabi’ul Awwal 1430 H